Memilih pasangan atau jodoh bukan hal yang sulit jika tahu rumusnya dan akan menjadi sulit jika tidak mengetahui rumusnya. Melakukan istikharoh bagi yang muslim perlu dilakukan agar dipilihkan yang terbaik oleh yuhan. Tapi apakah kita tidak bisa menetapkan pasangan kita sendiri ? mungkin bisa tetapi tidak bisa akurat seperti yang sudah terlebih dahulu pengalaman.
Pertama Tuhan adalah penguasa dan pemilik serta penentu jodoh kita. Hanya dia yang bisa menjadi pemilih yang sempurna dan paling tahu tentang calon pasangan kita. Maka kedua adalah orang-orang yang dekat dengan tuhan yang bisa menentukan pasangan yang baik untuk dipilih. ketiga dimiliki oleh orang tua kita karena faktore kasih sayang dan kesungguhannya kepada kita sehingga sangat serius untuk memilihkan kita. Bagaimana dengan diri sendiri ? kadang tidak bisa diandalkan karena kurangnya pengalaman, atau memilih karena nafsu,emosi dan kepentingan lain bukan kepentingan abadi.
Beanikah kita menyerahkan pilihan kita kepada orang yang lebih tahu luar dan dalam serta pengalaman hidup yang cukup ? berusaha menjadikan kita pantas mendapatkan pasangan yang memang cocok dengan pengertian orang baik akan bertemu orang baik itu cocok dan yang jelek hatinya akan bertemu dengan yang jelek juga. Serahkan kepada tuhan dan berusaha taat dan memantaskan diri sendiri. Menjadi orang yang dekat kepada tuhan akan menjadikan diri kita beruntung
B. Seluk - beluk hubungan dalam perkawinan
Perceraian
dalam tinjauan sosiologis adalah sebuah kajian yang membahas seluk
beluk perceraian dari sudut pandang sosial kemasyarakatan (sosiologis). Secara
sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan digambarkan sebagai
pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan
yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam Ihromi, 1999). Sebuah
perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam mendukung
proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu ketidakseimbangan dalam
proses pertukaran yang berarti adanya salah satu pihak yang diuntungkan
dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai kesepakatan yang
memuaskan ke dua belah pihak.
Perceraian
merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, yang dalam hal ini
adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam
menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraian dipahami
sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang
selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan
hukum yang berlaku.
Hubungan
suami-istri juga dapat dilihat dan dibedakan berdasarkan pola
perkawinan yang ada dalam masyarakat. Scanzoni dan Scanzoni (1981)
mengkatagorikannya ke dalam empat bentuk pola perkawinan yaitu owner
property, head complement, senior junior partner dan equal partner.
Kestabilan keluarga tampak lebih kondusif berlangsung dalam pola
perkawinan kedua dan ke tiga dimana posisi istri mulai berkembang
menjadi pelengkap suami dan teman yang saling membantu dalam mengatur
kehidupan bersama. Sementara itu hal sebaliknya dapat terjadi pada pola
perkawinan equal partner.
Pengakuan
hak persamaan kedudukan dengan pria menyebabkan semakin tidak
tergantungnya istri pada suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan
dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak dikaitkan dengan
suami. Di antara ke empat pola ini menjelaskan tingkat perceraian
cenderung lebih tinggi pada pola perkawinan owner properti. Oleh karena
pola perkawinan owner property berasumsi bahwa istri adalah milik
suami, seperti halnya barang-barang berharga lainnya di dalam keluarga
itu yang merupakan miliki dan tanggung jawab suami. Istri sangat
tergantung secara sosial ekonomi kepada suami. Akibat dari pola
perkawinan seperti ini suami berhak menceraikan istrinya apabila tidak
merasakan mendapat kepuasaan yang diinginkan ataupun tidak menyukai
istrinya lagi.
Seperti
yang terungkap dalam penelitian Fachrina (2006) mengenai Pandangan
Masyarakat mengenai Perceraian (studi kasus cerai gugat pada masyarakat
perkotaan), dimana masyarakat masih memposisikan pihak istri sebagai
pihak yang bersalah apabila terjadi perceraian. Dalam hal ini istri
dianggap menjadi penyebab perceraian. Mengapa pasangan ini bercerai,
lebih cenderung dicermati sebagai akibat dari berbagai kekurangan dari
pihak istri. Masyarakat masih menerima persepsi bahwa istri yang baik,
menjadi idaman adalah istri yang mematuhi perintah suami dan mengurusi
rumah tangga, serta merawat anak-anak, melayani dan menyiapkan keperluan
suami.
Perubahan
tingkat perceraian dan faktor penyebabnya, merupakan indikasi
terjadinya perubahan sosial lainnya dalam masyarakat. Sistem sosial
sedang bergerak cepat atau lambat ke arah suatu bentuk sistem keluarga
konjugal dan juga ke arah industrialisasi. Perubahan sistem keluarga
menyesuaikan diri pada kebutuhan industrialisasi. Dengan industrialisasi
keluarga tradisional (sistem keluarga yang diperluas atau gabungan)
sedang mengalami kehancuran, dimana keluarga konjugal (keluarga inti)
cocok dengan kebutuhan industrialisasi (Goode, 2007)
Sanak
saudara baik secara hubungan karena perkawinan ataupun karena hubungan
darah secara relatif tidak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan
sehari-hari dalam keluarga konjugal. Setiap orang mempunyai kebebasan
dan menentukan calon pasangan hidupnya sendiri dan selanjutnya pasangan
suami istri lebih banyak berbuat terhadap kehidupan keluarga
masing-masing. Keluarga luas tidak lagi menyangga pasangan suami istri,
dan tidak banyak menerima bantuan dari kerabat, begitu juga sebaliknya.
Keluarga luas lebih dapat bertahan daripada keluarga kecil yang terdiri
dari suami, istri dan anak-anak. Oleh karena itu angka perceraian dalam
sistem keluarga konjugal cenderung tinggi (Goode, 2007).
Dalam
perkembangan sekarang ini dapat dikatakan bahwa masyarakat tidak
memandang perceraian sebagai hal yang tabu, artinya perbuatan ini bukan
sesuatu yang memalukan dan harus dihindari. Di sini Goode berpendapat
bahwa penilaian atau pandangan yang menganggap perceraian sebagai suatu
pernyataan kegagalan adalah bias. Sistem perkawinan adalah berasal dari
perbedaan-perbedaan kepentingan, keinginan, kebutuhan,dan nafsu, serta
dari latar belakang sosial budaya dan ekonomi yang juga berbeda.
Ketegangan-ketegangan dan ketidakbahagian adalah lazim ada pada setiap
perkawinan. Akhirnya pada tingkat tertentu masyarakat dapat memberikan
toleransi umum dan memahami bahwa perceraian adalah merupakan salah satu
langkah yang harus ditempuh bagi penyelesaian akhir dari perselisihan
suami istri.
C. Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
C. Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan.
Perkawinan tidak berarti mengikat
pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu
saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau
persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik.
Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga
yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah
perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila
hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan
penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam
sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan
mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
D. Perceraian dan pernikahan
kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah
setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa
memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak.
Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau
daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang
telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya
tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena
kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah
menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru
cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya
tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang
terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia
yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih
penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu
menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu
mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman
menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
E.
Single Life
Paradigma
terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah??
Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan
jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum
bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang
kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap
hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi
tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam
memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang
bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak
pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang,
seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat
seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas
rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai
bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan
yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single
adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama
menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak
pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih
berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang
lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan
seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas
kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup
melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi
dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia
untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama,
dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap
melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki
kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika
sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga
memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada
kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena
terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga
sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak
mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai.
Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan
perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya
sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada
keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat
yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia
sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya,
tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang
biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul
dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari
pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan orangtua
mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut,
sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga
untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah
atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik
tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga
mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka
dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak
yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh
yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai
lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan
terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa
lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di
hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu
ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan.
Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka
serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA:
Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya
Perkawinan Dini Jakarta:
Gema
Insani Press (GIP)
Miftachr, 2010. Pengertian Munakahat Pernikahan, Artikel, (Tersedia
online di http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/pengertian-munakahat-pernikahan/ diakses pada tanggal 6 Mei 2011).
Artikel ini bisa anda baca juga di : SINICHI-NET
http://21juli1991.blogspot.com/2013/05/cinta-dan-perkawinan.html
http://www.psychologymania.com/2012/08/perceraian-dalam-tinjauan-sosiologis.html
http://www.siswo.web.id/2013/02/bagaimana-cara-memilih-pasangan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar